Ketahanan Keluarga sebagai Basis dalam Pengokohan Ketahanan Nasional
Ketahanan Keluarga sebagai Basis dalam Pengokohan
Ketahanan Nasional
Oleh : Afif
Qudratullah
Jika ingin kemakmuran 1 tahun,
tumbuhkanlah benih. Jika ingin kemakmuran 10 tahun, tumbuhkanlah pohon. Jika
ingin kemakmuran 100 tahun, maka tumbuhkanlah (didiklah) manusia. (Konfusius)
1.
Pendahuluan
Indonesia
adalah bangsa yang besar. Badan Pusat Statistik (BPS) mempublikasikan jumlah
rumah tangga di Indonesia pada 2013 berjumlah 64.041,2ribu kepala keluarga
dengan rata-rata anggota keluarga sebanyak 3.9orang. Bonus demografi ini
menjadi modal utama bagi bangsa Indonesia, khususnya dalam sumber daya manusia.
Di samping itu hamparan tanah bumi pertiwi yang terbentang seluas
1.922.570 km disatukan oleh lautan seluas 3.257.483 km² tersimpan
sumber daya alam yang melimpah untuk kemakmuran manusia. Kedua sumber daya ini
sepatutnya mampu mendukung terwujudnya tujuan nasional dari bangsa yaitu
Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahtetaan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial.
Namun apa yang terjadi. Pada 2014, BPS juga
menyatakan penduduk miskin di Indonesia mencapai
28,28 juta orang atau sekitar 11,25% dari total penduduk. Pada tahun yang sama kualitas
masyarakat Indonsia dilihat dari peringkat Human Development Index (HDI)
berdasarkan Human Development Report yang dikeluarkan UNDP Perserikatan
Bangsa-bangsa, Indonesia menempati peringkat 108 dari 187 negara.
Peringkat Indonesia masih jauh di bawah negara tetangga lainnya seperti
Thailand (89), Malaysia (62), Singapore (9), dan Brunei Darussalam (30). Sedangkan di bidang
sumber daya alam, menurut World Risk Report yang dirilis German Alliance for Development Works (Alliance) pada 2004,
menyatakan laju
deforestasi hutan mencapai 1,8 juta
hektar/tahun yang mengakibatkan 21% dari 133 juta hektar hutan Indonesia
hilang. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas lingkungan, meningkatkan
peristiwa bencana alam, dan terancamnya kelestarian flora dan fauna. Selain itu, 30% dari 2,5 juta hektar terumbu karang
di Indonesia juga mengalami kerusakan yang menyebabkan resiko bencana terhadap
daerah pesisir, mengancam keanekaragaman hayati laut, dan menurunkan produksi
perikanan laut.
Sebagaimana
sunatullah berlaku, jika kuantitas tidak
diiringi oleh kualitas akan menjadi sesuatu yang tanpa daya, bahkan cenderung
negatif. Jumlah penduduk yang banyak dan sumber daya alam yang melimpah akan
menjadi “masalah” jika tidak diiringi oleh tata kelola dan pengendalian yang
baik. Allah SWT telah mengingatkan kepada kita “Telah
tampak kerusakan di darat dan di laut, di sebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)(QS
Ar-Rum/30:41)
Berdasarkan
firman di atas, kita ketahui bahwa prioritas dari besarnya kedua sumber daya
yang kita miliki yang perlu “diurus” dalam mencapai cita-cita dan tujuan
nasional bangsa Indonesia adalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia dapat
menentukan, bagaimana sumber daya alam menjadi berkah, atau sebaliknya membawa
bencana.
Pembenahan
bidang sumber daya manusia tidak cukup menjadi tanggung jawab dan tugas dari pemerintah. Berbagai
langkah kebijakan maupun aturan yang dibuat pemerintah sulit mengakomodir
seluruh permasalahan masyarakat Indonesia yang majemuk. Begitu pula peran
lembaga pendidikan dalam membentuk pribadi yang berkarakter mendapatkan banyak
tantangan dan kendala dalam menghadapi arus globalisasi dan informasi, bak air
bah yang meruah. Ketika subjek tak mampu memainkan peran, akan hanyut dan tenggelam.
Untuk
membentuk sumber daya manusia yang berkualitas, diperlukan pembekalan dan
pembinaan sejak awal bagi setiap individu sebagai komponen bangsa untuk survive dan menjawab semua tantangan di
depan. Pembekalan dan pembinaan itu hadir dari pranata sosial yang disebut
dengan keluarga. Jika 64 juta kepala keluarga memiliki kontribusi dalam
membentuk karakter anggotanya, bangsa ini dengan mudah segera berangkat menuju
sebuah tananan yang adil dan masyarakat yang sejahtera, sesuai dengan tujuan
dan cita-cita nasional Indonesia.
2.
Pembahasan
2.1
Problematika
Generasi Penerus Bangsa
Dalam upaya memperbaiki bidang
sumber daya manusia, banyak permasalahan yang harus diselesaikan oleh bangsa
ini. Dari segi persepsi korupsi, Indonesia
masih menduduki peringkat yang memprihatinkan. Berdasarkan Corruption
Perceptions Index tahun 2014 yang dikeluarkan oleh Transparancy International
ternyata Indonesia menempati peringkat
107 dari 176 negara yang disurvei dengan skor 34. Bandingkan dengan Indeks
negara tetangga kita seperti Malaysia peringkat 50 dengan skor 52, Singapore
peringkat 7 dengan skor 84, Thailand dan Philippina yang sama menempati peringkat
85 dengan skor 38.
Problematika lain yang tidak kalah
penting untuk segera dilakukan penanganan adalah permasalahan yang terjadi pada
generasi penerus bangsa. Menurut data Kompas pada 2013, pengguna
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (napza) diperkirakan sekitar 5 juta
orang atau 2,8 persen dari total penduduk Indonesia. Angka ini lebih tinggi
daripada jumlah penduduk Nusa Tenggara Timur yang mencapai 4,6 juta jiwa.
Sedangkan pengguna remaja yang berusia 12-21 tahun ditaksir sekitar 14.000
orang dari jumlah remaja di Indonesia sekitar 70 juta orang. Di DKI Jakarta,
berdasarkan catatan Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, pada
2011-2013, jumlah pengguna napza di kalangan remaja terus meningkat. Pada tahun
2011, siswa SMP pengguna napza berjumlah 1.345 orang. Tahun 2012 naik menjadi
1.424 orang, sedangkan pengguna baru pada Januari-Februari 2013 tercatat 262
orang. Di kalangan SMA, pada 2011 tercatat 3.187 orang, tahun berikutnya
menjadi 3.410 orang. Adapun kasus baru tahun 2013 tercatat 519 orang.
Selanjutnya yang
menambah miris hati kita, ketika data yang disampaikan oleh Ketua Komnas
Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait pada 2011. Hasil sampel dari 14.726
siswa SMP dan SMA di 12 kota besar di Indonesia, antara lain; Jakarta, Bandung,
Makassar, Medan, Lampung, Palembang, Kepulauan Riau dan kota-kota di Sumatera
Barat dalam Forum Diskusi Anak Remaja, mereka mengaku hampir 93,7 persen pernah
melakukan hubungan seks, 83 persen mengaku pernah menonton video porno, dan
21,2 persennya itu mengaku pernah melakukan aborsi. Sebelumnya, Ketua Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Maria Ulfa Anshori pernah melakukan
penelitian bersama Pusat Kajian Kesehatan Perempuan Universitas Indonesia (UI)
soal aborsi pada 2003. Dari penelitian itu tercatat rata-rata terjadi 2 juta
kasus aborsi per tahun. Lalu pada tahun berikutnya, menunjukkan kenaikan
tingkat aborsi yakni 2,1-2,2 juta per tahun. Sungguh memprihatinkan!. Atas data
ini, penulis terpaksa coba “memaklumkan”, ketika menghadiri acara walimatul ursy sanak-kerabat ataupun
handai-tolan, kemudian 3-4 bulan setelahnya, pasangan pengantin terlihat telah
menggendong putra ataupun putrinya.
Data lain tentang perkelahian
pelajar menurut data Bimas Mabes POLRI antara tahun 1995–1999 terjadi sejumlah
1316 kasus tawuran se-Indonesia. Untuk di pulau Jawa terjadi sejumlah sebesar
933 kasus. Untuk di Polda Metro Jaya terjadi sejumlah 810 kasus tawuran
pelajar. Sedangkan untuk tawuran di luar pulau Jawa paling banyak terjadi di
Polda Sumsel, sebanyak 253 kasus. Berdasarkan catatan Kanwil Depdiknas DKI
Jakarta, selama tahun ajaran 1999/2000, jumlah pelajar yang terlibat tawuran
pelajar tercatat 1.369 orang. Dari jumlah sebanyak itu 26 pelajar tewas,
sedangkan yang luka berat 56 orang dan luka ringan 109 orang.
Jika dahulu Paul W.
Tappan (1985) dan Hurlock (1993) menegaskan bahwa yang membedakan kenakalan
antara remaja putra dan putri adalah lebih pada jenis kenakalannya, dimana
perilaku-perilaku seperti gelandangan, pergi dari rumah, melanggar lalu lintas
lebih sering dilakukan oleh remaja putra. Tampaknya gagasan tersebut semakin
tidak relevan dengan kondisi sekarang, hal ini dapat diartikan bahwa
perilaku-perilaku remaja kita saat ini telah terlalu jauh bergeser mengabaikan
nilai-nilai sosio kultural bangsa.
Berdasarkan data problematika di
atas, walaupun pada beberapa publikasi penulis tidak menemukan data tahun
terkini, namun kenyataan tersebut merupakan ancaman yang serius bagi masyarakat
dan sangat berpengaruh kepada tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia. Sebab,
genarasi penerus ini akan menentukan arah dan kebijakan bangsa Indonesia di
masa kini dan masa depan.
Masih kita peringati setiap tahun
untuk mengingat bagaimana Sumpah Pemuda yang terjadi pada 28 Oktober 1928. Pemuda
sangat memiliki peran yang sangat signifikan dalam proses pembentukan negara
ini. Melalui Sumpah Pemuda: Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa Indonesia
merupakan titik awal bagi proses pembentukan negara bangsa yang kemudian
membidani lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan diproklamirkan kemerdekaan
pada 17 Agustus 1945 oleh seorang pemuda, Soekarno, yang menjadi Founding Father Bangsa Indonesia.
Seandainya kita diberikan kesempatan
oleh Allah SWT untuk bertemu dengan Bung Karno, jawaban apa yang kita berikan
jika beliau bertanya kabar cita-cita negara yang diproklamirkannya?. Atau
dapatkah kita bayangkan raut wajahnya ketika beliau tahu berbagai problematika
yang menimpa pemuda masa kini?.
Selanjutnya, marilah
kita bayangkan Indonesia seratus tahun ke depan. Perlu kita tanyakan kembali
kepada diri kita untuk menggambarkan itu semua. Apakah generasi muda kini mampu
menjadi penerus untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia?. Apakah pemimpin
Indonesia di masa depan mampu bersaing dengan bangsa lain?. Bagaimanakah
perkembangan problematika yang terus mengancam bangsa Indonesia?. Beberapa
pertanyaan yang terkesan pesimis, namun menjadi cambuk untuk mengalihkan
perhatian kita dalam membenahi masalah ini.
Berbagai
problematika yang penulis sampaikan ternyata memiliki benang merah yang saling
berhubungan. Di antara berbagai faktor yang menjadi penyebab terjadinya
problematika tersebut, ternyata faktor keluarga merupakan salah satu penyebab
utama yang ada di setiap permasalahan. Salah seorang pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), Busro Muqoddas pernah menyatakan, "Dorongan yang kuat itu menjadikan
seseorang semakin berniat melakukan korupsi, dan keluarga yang mendukung
korupsi dilakukan dengan membenarkan atau membiarkannya".
Semakin
jelas bahwa tidak cukup peran pemerintah dalam mewujudkan cita-cita besar
bangsa Indonesia. Sesungguhnya ketahanan nasional yang diprogramkan pemerintah
akan terwujud dan mendulang kesuksesan apabila
disertai ketahanan elemen masyarakat yang terkecil bernama keluarga.
2.2
Bekal
Iman dan Ilmu dalam Keluarga
Dalam
Ensyclopedy Umum yang dimaskud dengan
keluarga yaitu kelompok orang yang ada hubungan darah atau perkawinan yang
terdiri dari ibu, ayah, anak-anaknya. Sedangkan bahasa Inggris kata “keluarga”
diartikan dengan Familiy. Everet
Wilson mengartikan family (keluarga)
adalah “the face to face group” yang
artinya kelompok tatap muka. Sementara itu, pengertian keluarga dalam bahasa
Arab adalah al-Usroh yang berasal
dari kata al-asru yang secara
etimologis mampunyai arti ikatan. Kata keluarga dapat diartikan sebagai unit
sosial terkecil dalam masyarakat, atau suatu organisasi
bio-psiko-sosio-spiritual dimana anggota keluarga terkait dalam suatu ikatan
khusus untuk hidup bersama dalam ikatan perkawinan dan bukan ikatan yang
sifatnya statis dan membelenggu dengan saling menjaga keharmonisan hubungan
satu dengan yang lain.
Dari
pengertian keluarga di atas, kita ketahui betapa besar peran keluarga bagi
individu yang merupakan anggota masyarakat. Untuk itu, sepatutnya bagi calon
pasangan yang ingin membentuk sebuah keluarga, hendaknya melandasi pernikahan
dengan keimanan dan memiliki ilmu pengetahuan tentang peran dan tanggung jawab
sebagai seorang suami maupun seorang istri agar mampu membangun pondasi yang
kokoh dan menanam benih yang baik dalam menjalankan bahtera rumah tangganya. Pembekalan
iman dan ilmu akan memantapkan langkah pernikahan menjadi sebuah ibadah dalam
meraih impian sebuah keluarga yaitu sakinah,
mawadah dan warohmah yang berlandaskan pada syariat agama yang dianutnya,
maupun norma masyarakat dan hukum yang berlaku di negaranya.
Allah SWT berfirman: “Katakanlah; ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yang berakallah yang
dapat menerima pelajaran.”
(QS.Az-Zumar/39:9). Dari ayat ini jelas menegaskan penting ilmu pengetahuan
dalam setiap aktifitas dalam kehidupan, terlebih lagi sebuah pernikahan. Tanpa
adanya iman dan ilmu pengetahuan, bahtera rumah tangga akan sangat rapuh,
bahkan berakhir pada perbuatan yang halal namun dibenci Allah SWT, yaitu
perceraian. Pada 2010, Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI, mengungkapkan dari
2
juta orang yang menikah setiap tahun, maka terdapat 285.184 perkara yang berakhir
dengan percerain per tahun se-Indonesia. Faktor penyebab
dari perceraian antara lain; ketidakharmonisan dalam rumah tangga yang
disebabkan oleh krisis keuangan, krisis moral dan akhlak dengan melalaikan
tanggung jawab baik oleh suami ataupun istri, poligami yang tidak sehat,
penganiayaan, pelecehan dan keburukan perilaku lainnya yang dilakukan baik oleh
suami ataupun istri, seperti; mabuk, berzinah, terlibat tindak kriminal, bahkan
utang piutang.
Ketika
sebuah keluarga terbentuk sebagai implementasi dari ibadah dan senantiasa
menggali ilmu dan pengetahuan dalam`peran serta tanggung jawab berhadapan
dengan segala macam permasalahan dan ujian dalam kehidupan, bagaimanapun bentuk
permasalahannya, keluarga tersebut tidak akan mudah goyah, mampu bertahan
bahkan lentur untuk tetap berdiri, melewati lembaran-lembaran hari, meraih
kemenangan di berbagai macam musim kehidupan. Segala macam bentuk usaha
keluarga dalam menghadapi permasalahan tersebut dapat diartikan sebagai
ketahanan keluarga.
Jika
diibaratkan keluarga sebuah pabrik, iman dan ibadah merupakan visi dan misinya,
ilmu pengetahuan adalah teknologinya, cinta dan kasih sayang adalah material
dan packing nya, serta anggota
keluarga merupakan produk yang dihasilkannya. Maka pabrik yang senantiasa
menjalankan visi dan misinya serta selalu meng update teknologinya akan membuat material yang biasa menjadi
istimewa dengan hasil keluaran produk yang inovatif dan kompetitif. Begitu pula
keluarga, ia akan melahirkan dan mencetak individu-individu yang handal yang
mampu survive dalam menghadapi setiap masalah, bahkan menjadi problem solver di
tengah masyarakat serta dapat berperan untuk memecahkan masalah yang besar dan
strategis demi kepentingan bangsa dan negaranya.
2.3
Karakter
itu bernama Keteladanan
Dalam setiap
perkumpulan atau organisasi, untuk mewujudkan tujuannya ditetapkanlah peraturan
yang harus ditaati oleh seluruh anggota organisasi. Begitu pula seharusnya organisasi
kecil yang bernama keluarga. Diperlukan peraturan dalam untuk mencapai tujuan
keluarga. Maka, orang tua harus menetapkan aturan bagi anggota keluarganya. Hal
ini sesuai dengan hadist Rasul, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, lalu kedua
orangtuanya yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Baihaqi).
Peraturan
dalam keluarga terimplementasi dalam bentuk peran dan tanggung jawab. Disayangkan,
di tengah masyarakat kini, banyak yang tidak menyadari peran dan tanggung jawabnya
masing-masing. Terbukti, sudah berapa kali kita mendengar kasus orang tua yang
membunuh anaknya?, atau sebaliknya, seorang anak tega membunuh orang tuanya?.
Teranyar, kita disuguhkan berita tentang satu keluarga di Kediri, Jawa Timur yang
bunuh diri dengan minum racun. Sungguh miris ketika kita mendengar kabar-kabar
yang kini sudah tak lagi mengejutkan itu.
Selain
aturan, leadership juga dibutuhkan
dalam sebuah keluarga. Nabi Muhammad SAW dengan jelas menyatakan, "Setiap
kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan ditanyai tentang yang
dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin dlm rumah tangganya dan ia
bertanggung jawab atas yg dipimpinnya. Seorang istri adalah pemimpin di rumah
suaminya dan ia bertanggung jawab atas yg dipimpinnya."(HR.Al-Bukhari
dan Muslim). Untuk itu, perlunya kesadaran bagi seorang ayah/ suami/ bapak yang berperan
sebagai kepala keluarga untuk bertanggung jawab atas keluarganya. Terlebih
ketika Allah SWT mengingatkan, "Wahai orang-orang
beriman! Jagalah diri kamu dan ahli keluarga kamu dari neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu...." (QS.Al-Tahrim/66:6).
Dari hadis dan ayat di atas, semakin
jelas besarnya tanggung jawab yang diletakan pada pemimpin keluarga. Apapun
sebutannya. Seorang Bapak harus mencari harta yang halal bagi keluarganya.
Seorang ayah harus mengingatkan anggota keluarganya agar tidak meninggalkan
sholat. Seorang suami harus senantiasa membimbing istrinya agar menjaga
auratnya. Dan seterusnya, dan seterusnya, sampai ia pastikan selama hidupnya bahwa
dirinya dan keluarganya terlindung dari ancaman adzab neraka. Beratnya peran
dan tanggung jawab kepala keluarga perlu disikapi dengan kesadaran bahwa semua
itu adalah jalan mencapai kebahagiaan. Sebagaimana Muawiyah ra pernah berkata; “Biarkan aku bersusah payah mengarungi
gelombang zaman, karena setelah itu aku akan terdampar di pantai kebahagiaan”.
Dalam mensukseskan tugasnya, seorang
pemimpin harus mampu membawa anggotanya kepada tujuan yang telah ditetapkan. Untuk
itu, hendaknya ia memiliki karakter dalam kepemimpinannya. Terdapat satu
karakter yang sangat dominan bagi seorang pemimpin. Ketika karakter itu dimiliki
seorang pemimpin, maka pengikutnya dengan mudah, bahkan senang hati dalam
mengikuti setiap perintahnya. Karakter itu bernama keteladanan. Manusia adalah
mahluk sosial yang sikap dan perilakunya dipengaruhi oleh apa yang mereka lihat
dan apa yang mereka tahu. Dalam mencapai tujuan organisasi kecil seperti
keluarga, ataupun organisasi besar seperti pemerintahan sebuah negara, sikap
keteladanan adalah indikator utama sebagai sarat keberhasilan yang harus di
miliki oleh setiap pemimpin.
Seorang Teolog
Kristen abad 19, Albert Schweitzer pernah berkata, “Menjadi teladan adalah satu-satunya jalan untuk mempengaruhi orang lain”.
Seorang pemimpin keluarga yang teladan akan memiliki pengaruh yang besar bagi
setiap anggota keluarganya, sehingga dengan mudah untuk mengatur dan
mengarahkannya dalam mencapai tujuan keluarga. Begitupun seorang atasan yang
teladan akan mempunyai pengaruh yang besar bagi anak buahnya, bahkan
seorang presiden yang teladan juga pasti
memiliki pengaruh besar bagi rakyatnya. Begitu pentingnya keteladanan dalam
setiap kepemimpinan.
Namun, syarat
utama dari keteladan adalah adanya figur teladan untuk diteladani. Lalu, kepada
siapa kita harus mengikuti figur teladan yang ideal agar sukses menjadi ayah,
pemimpin perusahaan, atau bahkan jika diberikan kesempatan menjadi pemimpin
negara?. Sejak 14 Abad yang lalu, Allah SWT Yang Maha Mengetahui, telah mengabarkan
kepada manusia yang membutuhkan sosok figur untuk menjadi teladan. Allah
berfirman. “Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.” (QS. Al Ahzab/33:21).
Sejarah membuktikan Nabi Muhammad
SAW dengan berbagai peran beliau emban, sebagai seorang ayah, pedagang, bahkan
pemimpin negara. Keteladanannya telah mampu membawa masyarakat jahiliyah
menjadi sebuah tatanan sosial yang beradab dan diperhitungkan dunia.
Jika nasehat Konfusius di awal
tulisan agar mendidik manusia untuk mendapatkan kemakmuran 100 tahun, secara
lebih konkret Rasulullah SAW pernah bersabda, “Didiklah
anak-anak kalian dalam tiga perkara: mencintai Nabimu, mencintai
keluarganya dan tilawah al-Quran, sebab orang yang memelihara al-Quran
itu berada dalam lindungan singgasana Allah bersama para Nabi-Nya dan
orang-orang yang suci, pada hari tidak ada perlindungan selain daripada
perlindunganNya.” (H.R. Ath-Thabrani)
Seandainya 64 juta kepala keluarga
di Indonesia menteladani sikap dan perilaku Nabi Muhammad SAW, maka akan lahir
individu-individu teladan yang akan membentuk masyarakat yang teladan. Niscaya
semua problematika bangsa akan mudah terselesaikan, karena tidak ada lagi yang
dilihat dan diketahui oleh seluruh penduduk negeri ini, selain keteladan
baginya.
3.
Kesimpulan
Dari paparan
yang penulis sampaikan, dapat disimpulkan bahwa keluarga sebagai organisasi
terkecil di masayarakat memiliki peran penting dalam mewujudkan cita-cita dan
tujuan berbangsa dan bernegara. Untuk itu diperlukan Ketahanan Keluarga yang
berlandaskan keimanan dan ilmu pengetahuan sebagai Basis Pengokohan Ketahanan
Nasional dalam menghadapi segala ancaman dan problematika yang ada untuk
mewujudkan cita-cita dan tujuan yang telah ditetapkan oleh para pendiri bangsa
Indonesia.
Semoga
tulisan ini mengingatkan kita, apapun peran dan posisi kita, baik individu atau kepala keluarga, pemimpin
organisasi atau perusahaan, pejabat pemerintah maupun kepala negara, hendaknya
kita menyadari bahwa semua akan dimintakan pertanggung jawaban. Untuk itu,
marilah suburkan sikap teladan dalam diri kita sebagai contoh teladan bagi putra-putri
kita, bawahan kita, orang-orang di sekitar kita, terlebih rakyat yang telah
menitipkan amanah kepada kita. Dengan keteladanan, kita dapat menularkan
kebaikan individu menjadi kebaikan berjamaah, sehingga akan mendapatkan anugrah
yang besar dari Allah SWT yaitu tercipta sebuah masyarakat Indonesia yang baldatun thoyyibatun wa robbun ghoffuur.
Aamiin ya Robbal a’lamiin.
-Robbana hablanaa
min azwajina wa dzurriyatinaa qurrota a’yun waj’alna lil muttaqiina imaama-
Referensi:
1. Buku dan Jurnal
Atmasasmita,
Romli. 1985 , Problem-problem Kenakalan Anak atau Remaja,
(Bandung:Armiko)
Hurlock, EB.
1993, Psikologi Perkembangan Edisi-5, (Jakarta:Erlangga).
Ismail,
Muhammad Ahmad. 2005, Meraih Cita-cita
Dengan Semangat Membara, (Jakarta: Robbani Pers)
Ja’far,
Yasir. 2008, Kemaksiatan Penghancur Rumah
Tangga, (Jakarta : Pustaka Al Kaustar)
Prayitno,
Irwan. 2003, Membangun Potensi Anak; Seri
Panduan Orang Tua, (Jakarta: Pustaka Tarbiyatuna)
Sofyan, Syafran. 2013, Implementasi
Nilai-nilai Kebangsaan yang Bersumber dari UUD NRI Tahun 1945 terhadap Generasi
Muda dalam Era Demokrasi, (Jakarta: Majalah
Komunikasi dan Informasi Lembaga Ketahanan Nasional)
2.
Internet
https://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2009/01/16/pendidikan-dalam-keluarga/
Comments
Post a Comment