Hikmah Paksaan

Salam,

Setiap kejadian pasti ada hikmahnya. Baik positif maupun negatif. Asalkan kita bisa melihat dari sisi “nurani”, dan kita berfikiran baik /husnudzon kita pasti akan dapat mengambil hikmahnya. Begitu juga sesuatu yang dipaksakan. Seperti pemaksaan terhadap diri saya untuk menulis di blog ini. Mudah2an suatu saat saya dapat mengambil hikmah atas pemaksaan hari ini.

Bicara keperpaksaan, jadi ingat tentang kepatuhan alam semesta dengan titah Sang Pencipta. Mereka patuh secara sukarela maupun terpaksa. Tidak mempunyai pilihan seperti manusia, yang diberikan tawaran; mau ingkar atau beriman atas perintah-Nya. Hikmah dari kepatuhan alam semesta untuk mentaati perintah-Nya adalah tetap berjalannya ekosistem bagi kehidupan. Kalo saja matahari “ngeyel” satu hari saja terbit dari utara, maka gempar seluruh jagat raya. Bisa jadi, di pagi hari, kutub utara akan cair, menaikan volume air lautan yang akan menenggelamkan seluruh daratan. Na'udzubillah!

Jadi. Tidak selamanya pemaksaan itu buruk. Tergantung substansi “kenapa harus dipaksa?”. Seperti saya mendengar cerita dari teman-teman yang cukup “sukses” di usia muda. Pada waktu kecil mereka dipaksa mengikuti kursus ini, kursus itu, pelatihan ini, pelatihan itu oleh orang tuanya yang akhirnya kini mereka memiliki berbagai keahlian yang mumpuni. Berbeda dengan saya, yang tidak dipaksa ikut ini dan itu, akhirnya pada saat mereka enjoy menikmati kesuksesannya, saya harus bekerja keras mengejar ketertinggalan. Jadi memang keterpaksaan itu kadang diperlukan.

Bagaimana dengan pernikahan yang dipaksa?. Seingat saya, banyak sekali teman yang bertanya tentang masalah ini. “kalau bercerai, apakah ia jodoh?”, “kan untuk seumur hidup, kenapa ga diberi kebebasan untuk memilih?”. Atau banyak variasi pertanyaan lainnya. Menurut saya, kalo pernikahan dipaksakan seperti kisah Siti Nurbaya yang melegenda itu memang tidak baik, karena ada unsur balas budi atau kepentingan lain di situ. Kalo pernikahan dipaksakan karena untuk menyelamatkan diri dari hawa nafsu dan maksiat yang lebih besar, maka bisa jadi pernikahan ini menjadi ibadah. Apalagi dengan meminta pada Allah untuk diberikan pasangan yang terbaik. Saya ungkapan karena “nikah” adalah ibadah, dan ibadah itu kadang bisa (baca:harus) dipaksakan pada mulanya. Apalagi untuk yang sudah mampu dan wajib menikah. Lihat saja, banyak yang sudah mapan, tapi belum berani menikah. Apa perlu dipaksa?. Padahal, banyak yang tidak dipaksapun akhirnya menyesal menikah. Menyesal kenapa baru sekarang menikah! hehee.

Intinya adalah; ketika Allah SWT telah memberikan ketentuan berupa syariat, maka sesungguhnya untuk kebaikan manusia, karena Allah tidak pernah mendzolimi hamba-Nya. Nah, ketika diri kita yang dikuasai oleh akal dan hawa nafsu harus dipaksakan untuk tetap menjalankan perintahnNya. Seperti membiasakan diri membaca al qur’an, pada awalnya mualesnya minta ampun, tapi harus tetap dipaksakan yang akhirnya menjadi kebutuhan. atau banyak lagi jenis ibadah yang pada mulanya harus dipaksakan, tapi akhirnya jadi kenikmatan.

Semoga kita dapat mengambil hikmah sekecil apapun dalam hidup ini.

Wassalam

Comments

Popular posts from this blog

Semua atas Kehendak-Nya

Mengapa Mesti Malu Mengakui Kesalahan

Salah Satu Pelajaran Dari Pertandingan Manny Pacquaio dengan Floyd Mayweather